Sunday, May 20, 2012

Follow Your Dream? Cliche or truth?

Pencarian jati diri memang melelahkan, tapi lebih buruk tidak mengetahui cara melakukannya..

Sudah hampir sebulan sejak milestone kehidupan saya mencapai 17 tahun... mungkin waktunya kurang tepat untuk mengaku bahwa saya mempertimbangkan hal-hal yang sudah terjadi dalam kehidupan saya. Lazimnya lebih pas untuk mengatakan "saat usiaku beranjak 17, aku mulai memikirkan ulang hidupku" ketimbang "27 hari setelah ulangtahunku yang ke-17, aku mulai berpikir akan hidupku", tapi... Begitulah hidup.

Pencarian jati diri mungkin bukan hal yang saya kuasai. Orang bilang "be yourself", "follow your dream", dan berbagai kutipan klise lainnya yang notabene terdengar valid dan ingin saya klarifikasi keabsahannya.. tapi ternyata tidak semudah itu.


"Follow your dream". Kutipan ini benar-benar mempengaruhi saya pada detik saya memulai obsesi saya terhadap anime One Piece. Odacchi menggambarkan petualangan Luffy dan kawan-kawannya dengan gaya yang sangat menyentuh... Apapun yang mereka lakukan, mereka tetap stick pada ambisi mereka, pada mimpi mereka, dan kendati mereka dihadapkan pada pilihan antara meraih mimpi mereka dan hal lain yang mereka terpaksa harus terima, ambisi mereka yang sudah tertanam dalam hati membantu mereka mengambil keputusan yang tepat.
Moralnya adalah untuk mengikuti mimpi. Apa mimpi saya? ..bahkan saya tidak tahu.

Setiap orang pastinya punya mimpi. Bahkan orang-orang ambisius, motivator, penasihat pembelajaran, semua mengatakan kepada kita untuk meraih mimpi kita. Dengan sikap seolah-olah orang yang tidak punya mimpi itu orang yang tidak akan sukses. Sikap ini malah membuat saya skeptis terhadap orang dengan profesi macam mereka. Saya hanya akan menaikkan alis dan membatin, "I beg to differ...". Yeah, saya tidak punya mimpi, tidak memiliki ambisi yang konkret. Tapi saya sangat ingin punya satu.

How do you expect someone to find something everyone already has since they were born?

Dulu memilih cita-cita waktu saya kecil sangat gampang... Dokter, astronot, pilot, polisi, suster, pramugari, penyanyi, artis, guru, you name it... Sekarang? Definisi cita-cita makin sempit, tapi bidang makin luas. Saya saja baru tahu kalau ada profesi sebagai auditor bagi perusahaan untuk mengetahui apakah usaha mereka memenuhi standar yang environment-friendly atau semacamnya... dan profesi itu ayah saya yang pegang.

Setahun lagi lulus SMA, dan saya bahkan tidak tahu harus memilih fakultas apa. Berdasarkan kualifikasi saya selama SMA ini, paling ideal memang memilih fisika. Hanya saja, saya baru sadar bahwa saya tidak begitu menyukai fisika. Bisa dibilang kalau nilai fisika saya relatif bagus, ada lomba-lomba fisika yang saya menangkan, penganalisaan soal-soal fisika cukup baik, tapi ternyata saya tidak begitu menyukai fisika... Apa saya harus memaksakan diri menyukainya? Atau apa ini bukan jalan saya? Data not found.

Kalaupun saya ingin memilih "fisika" ini sebagai jalan ke depannya, saya baru sadar bahwa ada BANYAK sekali fakultas berkenaan fisika.. tapi yang pakai embel-embel fisika belum tentu perlu ilmu fisika sesuai yang dipelajari di sekolah menengah atas... Fisika teknik? Fisika murni? Astrofisika? *menghela nafas* Yang mana, saya tidak tahu... tapi waktu terus berjalan dan saya tidak bisa menunda memutuskan lagi. Begitu orang yang baru bertemu saya tahu saya SMA kelas 2, hal pertama yang menjadi pertanyaan berikutnya spontan adalah: "Nanti kuliah mau ke mana?"

Well, I still don't know.

So I guess it's still a cliche quote.