Friday, January 9, 2015

Menulis Fiksi Itu Mudah?

Ketika kau menulis fiksi, kau bisa membuat apapun terjadi dalam tulisan itu. Kau tidak perlu mengingat-ingat detail kecil atau nama orang dalam pertemuan minggu pagi itu. Kau menciptakan duniamu sendiri. Kau tidak perlu membeberkan hal-hal pribadi mengenai dirimu atau orang lain.

Menulis fiksi itu mudah.

---

Itu excerpt dari postingan blog-ku tahun 2013 yang berjudul "Menulis Fiksi Itu Mudah". Allow me to retort.

Ya, aku akui, menurutku menulis fiksi itu (lebih) mudah (daripada membuat cerita realita). Mengapa? Menurutku karena realita yang aku hadapi, kenyataan yang ada di sekitarku, terasa membosankan jika dibandingkan dengan isi kepalaku. Biasanya pikiranku terisi dengan ide-ide cerita yang, bila direalisasikan, akan berujung pada... kursi listrik, penjara, atau kuburan. Yeah, kurasa aku terlalu banyak menonton film.

Jadilah fiksi itu sebagai jalan keluar untukku menjadi tokoh yang keren (di dunia nyata aku tidak keren) dan serba sempurna. Ha. Scary if you think about it, writing is like playing god, because you make your own self and your own world, you know, and if you want the writing to be against everything you believe in this real world, it can happen. Kau bisa membunuh orang di dalam ceritamu. Kau bisa membuat tokoh ceritamu sempurna, tanpa cacat, dan segalanya.

Tetapi fiksi, seperti halnya tulisan lainnya, butuh pembaca dari dunia nyata untuk menjadi cerita yang sesungguhnya. Apa artinya menulis bila tidak ada yang membaca? Kalaupun itu hanya ditujukan untuk dirimu sendiri, setidaknya ada orang yang membacanya. Kau.

Aku masih ingin menulis buku, dan kau tahu, menurutku, aku ingin menulis fiksi untuk buku pertamaku. Karena menurutku menulis fiksi itu (lebih) mudah (dari cerita sungguhan). Untuk menulis cerita sungguhan yang bagus, menurutku harus menginspirasi, menggebrak, atau cerita dari kejadian nyata yang benar-benar dahsyat. Sedangkan aku bukan tipe orang yang akan dengan sukarela terjun ke tengah-tengah pusaran badai (secara konotatif berarti suatu kejadian yang dahsyat dan mengubah sejarah), atau bahkan menginspirasi. Hell, I can't even inspire myself. Tetapi untuk fiksi, aku memiliki banyak ide.

...Atau, dulunya. Dulu aku memiliki banyak ide untuk cerita novel, tetapi setelah kubaca-baca lagi dokumen-dokumen lama itu, aku tertawa. Sungguh, cerita-cerita jaman dulu yang kubuat sangat merepresentasikan kepolosanku terhadap dunia nyata. Mereka terlalu dipaksakan dan terlalu bertempo cepat. Maksudku, cerita yang ujug-ujug selesai, tanpa konflik berarti. Tapi cukup menghiburku, kalian tidak perlu melihatnya nanti aku malu sendiri.

Ada beberapa cerita yang... hmm... lumayan. Tidak jelek, tapi belum selesai dan aku bingung untuk melanjutkannya hingga akhir, sehingga sampai sekarang masih belum tersentuh kelanjutannya. Ada beberapa yang sudah selesai dan cukup bisa diterima akal, tetapi terlalu pendek untuk menjadi novel, jadilah hanya cerpen dan one-shot.

Kenyataan bahwa aku sudah cukup menulis banyak fiksi hanya menguatkan pernyataanku bahwa menulis fiksi itu mudah.

Aku tahu, tetapi mengapa sampai sekarang aku belum bisa menerbitkan novel atau membuat sebuah draft novel yang utuh?

Menulis fiksi memang mudah, tetapi menulis fiksi utuh yang bagus butuh perjuangan lebih.

Resolusi 2015 #1: Aku akan terus menulis.

---

Post ini lebih ditujukan kepada diriku sendiri, dan bila kau kebetulan mengenalku di dunia nyata dan membaca ini, aku ingin kau membantuku mewujudkan itu. Paksa aku menulis, kawan, atau aku akan menyesal.

No comments:

Post a Comment