Sunday, December 7, 2014

There's No Boundaries : Myth of Fact?

Malam ini aku sedang asyik ngoding untuk tugas kuliah sembari mendengarkan musik dari band kesayanganku, Muse. Aku memilih album terbaru mereka untuk malam ini, The 2nd Law. Ketika satu step coding sudah berhasil, aku menghela napas lega dan berhenti sejenak. Alunan drum dan gitar masih memasuki gendang telingaku.

Ah, this track... Aku mendengarkan musik dengan lebih khidmat. Bass-nya enak juga... pikirku. Kemudian terbesitlah pemikiran lebih jauh. Kubuka tab browser internet baru di laptopku dan kuketik situs video tersohor abad 21: YouTube.

"Panic Station Bass Cover". Enter. Hasil pencarian pertama terlihat sangat meyakinkan. Kudengarkan dan kutonton videonya. Well, needless to say, beberapa puluh menit kuhabiskan dengan menikmati video itu.

Lebih jauh lagi, kutelusuri cover untuk drum track tesebut. Lebih bisa kumainkan, karena, kau tahu, step-step drum lebih visible dibanding bass, karena kalau bass kau tidak bisa benar-benar melihat jari si pemain. Sejam berikutnya kuhabiskan dengan mencoba mengikuti drum kover tersebut. Yep.

It sparks an old thought: I wanna learn how to play drums. Naif, memang, tapi aku menyadari bahwa aku sebenarnya masih seperti anak kecil: aku mudah tertarik, dan easily impressed.

Aku masih dalam tahap penjajakan, sebenarnya. Setiap kali aku melihat seseorang yang pandai dalam melakukan sesuatu, aku merasa iri.

Aku ingin bisa main drum...

Aku ingin bisa pintar programming...

Aku ingin pintar elektronika dan membuat mesinku sendiri...

Aku ingin pintar membaca situasi dan raut wajah orang...

Aku ingin punya skill marketing yang bagus...

Aku ingin punya empati...

Aku selalu merasa aku menginginkan apa yang tidak akan pernah aku miliki. Apa istilah untuk orang semacam itu? Aku lupa...

Yang jelas, semua keinginan ini sudah lama kupendam-pendam tanpa tindakan lebih lanjut. Aku hanya sekedar ingin, tidak berambisi mendapatkannya. Aku tukang wacana.

Aku marah dan takjub terhadap diriku sendiri, and this goes endlessly. Hal paling menyebalkan adalah aku selalu bisa memaafkan diriku sendiri dan hidup dengan memaklumi sifat ini. It's like aku memanjakan diri sendiri.

Wow, that's a lot of thought from someone who only browsed two YouTube videos. Kurasa aku hanya sedang lelah.



..I've had a recurring nightmare
that I was loved for who I am
and missed the opportunity
to be a better man - 
"Hoodoo" by Muse

No comments:

Post a Comment